Selasa, 28 Mei 2013

IIDN Katalisatoku



Semoga dengan tambah usia, IIDN semakin bermanfaat dan menginspirasi


Berangkat dari Nova online, saya mengenal IIDN. Sebuah komunitas menulis yang diisi oleh ibu-ibu sehobi.  Tanpa membuang waktu, saya hunting komunitas tersebut dan “klik” gabung. Alhamdulillah, ketemu. Saat ini, telah banyak anggotanya yang saya kenal secara “nyata”.

Salah satu acara di IIDN Makassar
Sebuah keuntungan yang besar. Karena di dalam IIDN Pusat setiap hari terdapat kelas online gratis. Tinggal menyiapkan waktunya saja. So, bagi yang suka menulis, tunggu apalagi, yuk gabung IIDN   

Tidak hanya kelas online, founder IIDN teh Indari Mastuti juga telah  mendirikan Indiscript Creative. Indiscript Creative bergerak di bidang penerbitan dan personal branding, dengan teh Lygia Pecanduhujan sebagai Markomnya.

Bagi saya IIDN istimewa. Mau tahu seistimewa apa? Yuk, simak pengalamanku di IIDN.
Selamat ulang tahun Sayang
 
Ketika saya bergabung, IIDN Pusat sedang mencari patner untuk menulis Kamus Wisata di wilayah Sulawesi. DL nya cuma dua hari. Langsung deh “nyut-nyut” pengen ikut,  tapi masih dengan tanda tanya besar dikepala : mampu-tidak, mampu tidak.  Dua harinya itu lho!! Karena ragu, saya memilih diam (tidak mengajukan diri)  

Ternyata teh  Indari Mastuti langsung memasukkan saya, dalam Tim Penyusun Kamus Wisata tersebut. Saya senang banget, tetapi jawaban yang keluar dari saya saat itu,”Saya pikir-pikir dulu, Teh”.

Eee,... jawaban beliau, “Ok lah, kalau tidak mau saya keluarkan dari grup!”. 
 
Spontan saya menjawab,” jangaaan!! OK! Saya ikut,” ... Haha, suka senyum sendiri kalau ingat spontanitas itu.  Keraguan saya hilang entah kemana. Dan hasilnya, beberapa hari setelahnya tidur cuma 2 s/d 3 jam. Yang lebih seru lagi khadimat minta berhenti, padahal anak saya 4 dan masih membawa bekal tiap pagi. Sebagai Ibu rumah tangga pasti tahu deh!!.. asoyy geboy pokoknya, berpacu dengan waktu!!
  
Hasilnya sobat? Ketika saya mengikuti lomba PEI, dari dua karya yang saya kirimkan... satu mendapat juara satu, dan lainya masuk sebagai finalis dalam lomba All About Insecta. Bulan Januari 2012. Tidak hanya saya, tercatat ada Marissa Agustina yang juga dari IIDN Makassar masuk sebagai sebagai finalis. 

Apa hubungan IIDN dengan menang lomba? Saya yakin sekali kalau sebelumnya saya tidak mengerjakan kamus wisata, tulisan saya pasti lebih berlepotan. Kerja bareng dalam proyek penulisan kamus inilah yang kemudian meng “up grade” saya.

Hingga kami memutuskan untuk mengadakan syukuran.
 
Ini foto syukuran itu..awal-awal di IIDN
Alhamdulilah, yang semula saya hanya ikut andil dalam Kamus Pantai Sulawesi Selatan saja, kemudian mendapat kepercayaan mengerjakan Wisata Belanja untuk Bali. Wisata Sungai untuk 5 propinsi, Wisata Selam, Batu Mulia, ... dan masih banyak lagi. Pokoknya benar-benar kenyang dan saya sangat menikmatinya. 
Ini hasilnya,.. 


Inilah Kamus Indonesia itu.
Setelah itu mencoba beberapa antologi yang dikomandani teman-teman IIDN pula,... seperti biasa banyak gagal. Meskipun begitu, ada pula yang gol...Haduh!. Diantara yang gol adalah, antologi Catatan Sang Pemenang, dan antologi Rinso.  
 
Ini antologiku yang dikomandani  Mbak Tuti Sitanggang



 

Dari IIDN pula lah akhirnya saya mengenal Komunitas Penulis Anak (PBA), juga Komunitas Emak Blogger (KEB).

So,... tidak berlebihan jika saya katakan IIDN adalah katalisku di ranah penulisan

Untuk itu,... terima kasih IIDN, 
Happy birthday and happy writing

  









 

Rabu, 22 Mei 2013

Cantik, itu ....



Judul Buku   : Mima dan Putri Jenna
Ilustrator      : Inner Child Studio
Jenis            : Fiksi Anak
Penulis         : Fita Chakra
Penerbit        : Tiga Ananda Solo
ISBN            : 978-979-084-659-3
Isi                 : 64 halaman



Semoga Mima sekarang mengerti bahwa menjadi putri tak perlu penampilan yang mengesankan”

Gempuran iklan, sinetron dan beberapa tayangan yang menampilkan wajah cantik, jika tidak disikapi dengan benar, mampu menggeser pola pikir anak. Menjadi tanggung jawab kita bukan?

Membangun percaya diri pada anak bukanlah hal yang mudah. Karya Fita Chakra yang berjudul Mima dan Putri Jenna ini, bisa menjadi peta bagi anak-anak untuk mengartikan kata cantik.

Novel ini dimulai dengan hadirnya undangan dari Tara,  untuk Mima. Lembaran cantik yang membawa masalah. Memakai baju apa? Dan membawa kue apa? Karena Tara mengharuskan peserta membawa kue dan mengenakan gaun unik. Tidak sekedar mengenakan tetapi juga dilombakan.

Mima memiliki rambut keriting. Pemberani dan tidak takut kotor.  Karakter mandiri yang sesungguhnya sudah “cukup” untuk menjadi percaya diri. Namun Fita berhasil membidik sisi lain. Sisi yang sering  menjadi barometer bagi anak baru gede, yaitu penampilan.

Kemandirian Mima saat ditinggal sendiri di rumah, hingga mencari boneka di gudang penuh laba-laba, mampu memberikan gambaran siapa Mima. Digudang itulah Mima bertemu Putri Jena. Seorang Putri dari Negeri Mimpi. Putri yang keluar dari halaman diary milik bundanya.

Sebuah tantangan manis disuguhkan Fita dalam pilihan sulit. Ketika Mima sudah mendapatkan solusi masalah baju, muncul Andini dengan permasalahannya. Hingga Mima  merelakan uang tabungannya untuk Andini.

Disini seorang anak diajarkan untuk berbuat baik dalam segala keadaan. Dalam keadaan terjepit, hingga merelakan impiannya. Namun selalu ada jalan untuk setiap masalah. Meski solusi melibatkan campur tangan Tante Sekar (orang dewasa). Namun ide dan kreatitifitas tetap dilakukan oleh Mimma dan Putri Jenna.

Fita juga mengusung sisi tradisi. Awal membaca saya memprediksikan semacam kostum unik Pesta Haloween. Dengan keunikan yang "wow". Namun Fita lebih santun menggambarkannya. Batik dan manik-manik.

Dan tidak seperti Little Miss Sun Sine, dimana rasa tidak percaya diri berakhir dengan sad ending. Fiksi anak yang membidik usia 6-7 tahun ini berakhir senyum. Dan kalimat yang menarik (halaman 63).

Syarat menjadi seorang putri.
Hati yang cantik.
Senyum yang tulus.
Tidak malu mengatakan apa yang disukai, meskipun orang lain tidak menyukainya .

Secara keseluruhan gaya bahasa dan penuturan Fita mengalir lancar. Ukuran buku pun nyaman dalam genggaman anak. Begitu pun huruf-hurufnya tidak mengakomodasi mata.

Sayang sekali Ilustrasi kurang banyak. Tidak semua bab terdapat ilustrasi. Padahal, menurut wawancara dengan penulis, buku ini membidik usia 6-7 tahun. Pada usia tersebut Ilustasi sangat memancing daya baca anak. 

Namun demikian karakter Mima, dengan rambut keriting meski dalam hitam putih, tampak menggemaskan.

Tidak meragukan lagi,  isi buku ini mampu mengangkat  ilustasi yang minim dan tanpa warna. Buku ini jauh lebih berkualitas daripada penampakannya. Tidak mengherankan sebab harga yang ditawarkan juga tidak merusak kantong.

Pantas saja, karena Fita Chakra yang mempunyai nama asli Fitria Chakrawati ini telah menghasilkan 30 buku dengan segudang pengalaman dalam dunia parenting. Tidak hanya tulisan serius, Fita juga menulis cerita-cerita kocak, diantaranya adalah Princess Kocak, yang ditulis bersama Eka Desti Swaranindita.

Sebaik-baik buku, tetap saja memiliki dampak negatif. Seperti kalimat awal resensi ini yang dikutip dari halaman 43 Novel Mima dan Putri Jenna ini .

"Semoga Mima sekarang mengerti bahwa menjadi putri tak perlu penampilan yang mengesankan”

Bagaimana jika anak benar-benar mengambil kesimpulan selamanya tidak perlu? Sesekali tampil mengesankan perlu bukan?

Yup! Saya sarankan Anda membeli buku ini.



Resensi ini ditulis untuk merayakan milad PBA ketiga


Forum Penulis Bacaan Anak